Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, dengan nama kecil
Muhammad Darwisy. Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima
tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan
pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh,
Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke
kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun
1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada
masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari
pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan
Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri,
anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad
Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang
anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula
menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai
Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera
dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur
yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin
Pakualaman Yogyakarta.
Dengan maksud mengajar agama, pada tahun
1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo - organisasi yang melahirkan banyak
tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran
untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa
sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi
Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri yang
diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren
tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia.
Saran
itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah
organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8
Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan
pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan
pendidikan dan membangun masyarakat Islam. Bagi Kiai Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata
modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara
tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan
dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan
Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya.
Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan
yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan
masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa
mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu
dogma yang mati.
Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan lantas
mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak
jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran mengutamakan
menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Maka Kiai Dahlan
mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan
umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti
H.I.S. met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama
pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan
membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak
mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah
yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau
semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran
utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah
diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau
juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang
berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda,
dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari
percampuran ajaran agama Hindu,Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Di bidang organisasi,
pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk
kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian
dari Muhammadiyah ini, karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita
dalam hidup dan perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria.
Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu -
sekarang dikenal dengan nama Pramuka - dengan nama Hizbul Wathan
disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan
genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan
ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka
sekarang.
Pembentukan
Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para pemuda
yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian
kader-kader terpercaya, sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu
tidaklah kolot melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun
sejalan dengan tuntutan keadaan dan kemajuan zaman.
Karena semua
pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak menyimpang dari tradisi
yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya
dipandang aneh. Sang Kiai sering diteror seperti diancam bunuh, rumahnya
dilempari batu dan kotoran binatang.
Ketika mengadakan dakwah di
Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh dan dituduh sebagai kiai palsu.
Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan
suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan
mempunyai risiko. Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan
menerima perubaban yang diajarkannya.
Tujuan mulia terkandung dalam
pembaruan yang diajarkannya. Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha
yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu
adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf
yang lebih tinggi. Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi
bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Banyak golongan
intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang dipraktekkan
Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota
Muhammadiyah. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah
satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Melihat
metoda pembaruan KH Ahmad Dahlan ini, beliaulah ulama Islam pertama atau
mungkin satu-satunya ulama Islam di Indonesia yang melakukan pendidikan
dan perbaikan kehidupan um’mat, tidak dengan pesantren dan tidak dengan
kitab karangan, melainkan dengan organisasi. Sebab selama hidup, beliau
diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren seperti halnya
ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau juga konon
belum pernah mengarang sesuatu kitab atau buku agama. Muhammadiyah sebagai organisasi tempat beramal dan melaksanakan ide-ide
pembaruan Kiai Dahlan ini sangat menarik perhatian para pengamat
perkembangan Islam dunia ketika itu. Para sarjana dan pengarang dari
Timur maupun Barat sangat memfokuskan perhatian pada Muhammadiyah. Nama
Kiai Haji Akhmad Dahlan pun semakin tersohor di dunia.
Dalam kancah
perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, peranan dan sumbangan beliau
sangatlah besar. Kiai Dahlan dengan segala ide-ide pembaruan yang
diajarkannya merupakan saham yang sangat besar bagi Kebangkitan Nasional
di awal abad ke-20.
Kiai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu
dari banyak kiai yakni KH. Muhammad Shaleh di bidang ilmu fikih; dari
KH. Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa); dari KH. Raden
Dahlan di bidang ilmu falak (astronomi); dari Kiai Mahfud dan Syekh KH.
Ayyat di bidang ilmu hadis; dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di
bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan
dan racun binatang. Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji
Akhmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang
Kuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara
menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK
Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961. Inilah makam K.H. Ahmad Dahlan:
Sekian Wassalamu'alaikumWr. Wb.